Bila fenomena ‘Hustle Culture’ diartikan dengan bekerja keras tanpa istirahat. Istilah quiet quitting jika diartikan dalam Bahasa Indonesia yaitu berhenti diam-diam.
Gagasan ini telah dipelajari dan sudah ada dalam beberapa dekade lalu dengan nama ‘disengagement, neglect, withdrawal ‘ Dan dalam kemasan baru, generasi muda kini menyebutnya menjadi istilah quiet quitting.
Penyebab
Anthony Klotz, profesor di School of Management University of College London menyebutkan faktor penyebabnya diantaranya pekerja yang tidak bahagia ataupun stress di masa pandemi ini serta meningkatnya pembahasan terkait kesehatan mental. Selain itu fasilitas yang kurang memadai dan lingkungan kerja maupun hubungan pegawai dengan atasan juga menjadi salah satu sebabnya.
Sikap Pegawai dalam fenomena “Hustle Culture VS Quiet Quitting”
Dampak Fenomena Quiet Quitting
Sikap pegawai yang bekerja ala kadarnya ini, tentunya akan berdampak ke turunnya produktivitasnya serta perusahaan tempat ia bekerja. Penurunan produktivitas akan berujung pada potensi penilaian kinerja dan tidak diperpanjangnya kontrak untuk tenaga kerja kontrak. Dan apabila kamu merupakan tenaga kerja tetap, bukan tidak mungkin akan berpotensi PHK.
Bagaimana HR dan Leader mengatasi fenomena ini?
Diharapkan dengan kelima hal di atas akan membantu mengurangi fenomena quiet quitting di lingkungan kerja Anda
Sumber : https://www.bbc.com/worklife/article/20220825-why-quiet-quitting-is-nothing-new https://gajigesa.com/quiet-quitting-adalah/#:~:text=Dampak%20positif%20quiet%20quitting&text=Mereka%20yang%20menerapkan%20prinsip%20tidak,terhindar%20dari%20kecemasan%20dan%20depresi.
Artikel Lainya