Pemberitaan mengenai pemecatan Gen Z di sejumlah perusahaan Amerika Serikat belakangan ini menjadi sorotan. Menurut laporan dari Forbes and inc, sekitar 60 % perusahaan menyatakan telah memecat pegawai baru dari generasi ini.
Banyak perusahaan mengungkapkan bahwa pemecatan ini disebabkan oleh kurangnya motivasi, inisiatif, profesionalisme serta ketrampilan berorganisasi dan komunikasi yang dinilai masih rendah. Kondisi ini turut dipengaruhi oleh pola tumbuh kembang Gen Z di masa pandemi yang membuat mereka lebih akrab dengan komunikasi berbasis teknologi dibandingkan interaksi tatap muka. Kebiasaan menggunakan pesan singkat yang dianggap kurang formal oleh generasi sebelumnya juga seringkali memicu kesalahpahaman di tempat kerja.
Fenomena inilah yang menjadi tantangan bagi perusahan di Amerika Serikat. Pegawai Gen Z yang memiliki ekspektasi tinggi terhadap pekerjaan seringkali kurang memiliki pengalaman dan kemampuan interpersonal yang memadai. Menurut pernyataan dari Holly Schroth (dosen senior Universitas California) hal ini sebagian besar dipengaruhi oleh prioritas mereka selama kuliah yang cenderung lebih fokus pada kegiatan ekstrakurikuler. Meskipun kegiatan tersebut penting untuk mengembangkan soft skill, namun kurang memberikan pengalaman praktis yang langsung dapat diterapkan di dunia kerja.
Selain itu, tekanan dari media sosial turut mempengaruhi rasa percaya diri dan inisiatif para Gen Z. Ekspektasi tinggi yang tercipta melalui media sosial dan harapan masyarakat seringkali meningkatkan kecemasan, sementara kebiasaan menggunakan media sosial secara kurang bijak dapat berdampak pada perfoma mereka di dunia kerja.
Perusahaan dapat berperan besar dengan mengambil pendekatan yang terarah dan kolaboratif. Misalnya dengan menyediakan lingkungan yang mendukung, sehingga pegawai merasa aman untuk berkontribusi tanpa khawatir terhadap penilaian negatif. Selain itu perusahaan juga dapat memberikan pelatihan kepada pegawai baru yang berfokus pada etika kerja, ketrampilan interpersonal serta penyesuaian terhadap budaya perusahaan.
Program mentoring juga dapat menjadi langkah strategis yang melibatkan rekan kerja dan manager sebagai mentor. Melalui bimbingan ini, pegawai baru Gen Z dapat lebih mudah beradaptasi, menghadapi tantangan di tempat kerja dan menerima umpan balik secara konstruktif untuk pengembangan diri mereka.
Kolaborasi antara perusahaan dan institusi pendidikan seperti program magang selama masa semester akhir, dapat mempersiapkan Gen Z untuk bekerja dengan kompeten, sekaligus mengurangi kesenjangan antara dunia pendidikan dan industri, sehingga mereka dapat lebih mudah beradaptasi di lingkungan kerja.
Selain perusahaan dan institusi pendidikan, Gen Z juga diharapkan dapat beradaptasi serta bekerjasama dengan generasi sebelumnya di lingkungan kerja. Untuk itu, profesionalisme juga harus ditampilkan dengan cara berikut :
Dengan upaya bersama dari perusahaan, institusi pendidkan dan pegawai Gen Z sendiri, tantangan ini akan dapat diatasi. Kolaborasi lintas generasi dan lingkungan kerja yang inklusif akan menciptakan sinergi yang mendukung produktivitas, inovasi serta mengurangi risiko pemecatan.
Referensi :
Artikel Lainya