blog_img1

Work Ethic, Sudahkah Dilakukan secara Maksimal?

  •   19 Maret 2021

oleh: Dimas Sulistiyanto

 

Kata “Work Ethic” jika diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia berarti “Etos Kerja”. Etos kerja menurut Miller, dkk. (2002) adalah “keyakinan seseorang dapat menjadi lebih baik dan meraih tujuan melalui komitmen terhadap nilai dan pentingnya bekerja keras”. Sementara Martin & Cullen (dalam Eldor, 2016) mengemukakan bahwa “etos kerja merupakan kumpulan sikap dan keyakinan yang berkaitan dengan perilaku kerja”. Lebih lanjut menurut Dodi (dalam Hadiyansah dan Yanwar, 2017) “etos kerja adalah sikap, pandangan, kebiasaan, ciri-ciri atau sifat mengenai cara bekerja yang dimiliki seseorang, suatu golongan atau suatu bangsa”. Jadi jika kita rangkum semua pengertian di atas, etos kerja adalah

Etos kerja sendiri menurut Miller, dkk. (2002) terdiri dari tujuh komponen yaitu “centrality of work, self-reliance (kemandirian), hard work (kerja keras), leisure (waktu luang), morality/ethics, delay of gratification, dan wasted time”. Sehingga ketika karyawan memiliki ketujuh komponen tersebut, maka karyawan akan memiliki etos kerja yang baik. Berikut penjelasan singkat dari masing-masing komponen:

  • Centrality of Work

Percaya terhadap pekerjaan dan mementingkan pekerjaan. Karyawan yang memiliki centrality of work yang tinggi akan sangat mengutamakan pekerjaan dan menempatkan pekerjaan sebagai bagian dari kehidupannya. Pentingnya memiliki karyawan yang dapat memaknai pekerjaan dan mengutamakan pekerjaan yang akan berdampak pada karyawan itu sendiri dan organisasinya.

  • Self-Reliance

Kemampuan individu untuk tidak bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan pekerjaan sehari-hari.

  • Hard Work

Keyakinan seseorang dapat menjadi lebih baik dan meraih tujuan melalui komitmen terhadap nilai dan pentingnya bekerja keras. Kerja keras merupakan perilaku yang bersungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan yang muncul pada saat bekerja, dan dapat menyelesaikan tugas dengan maksimal.

  • Morality/Ethics

Kepercayaan pada suatu keadilan dan adanya moral. Morality/ethics merujuk pada karakter, dan persoalan terkait perilaku. Dengan adanya moral pada karyawan akan mempengaruhi bagaimana karyawan tersebut bertindak.

  • Leisure

Sikap individu yang terbiasa menggunakan waktu luang untuk mengerjakan hal lain diluar pekerjaan.

  • Wasted Time

Sikap dan keyakinan yang mencerminkan penggunaan waktu yang aktif, produktif dan efisien.

  • Delay of Gratification

Kemampuan menunda rewards jangka pendek, untuk mendapatkan rewards di masa mendatang dengan hasil yang lebih maksimal memiliki orientasi pada masa depan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dengan adanya penundaan kepuasan dapat bermanfaat bagi karyawan.

 

Etos kerja diwujudkan melalui perilaku kerja pegawai, sehingga penting bagi pegawai untuk menampilkan performa kerjanya dengan baik. Karena akan menjadi lebih mudah melihat dan mengukur job performance daripada “nilai” yang ada di dalam diri seseorang yang sifatnya tak kasat mata. Berbanding lurus, biasanya etos kerja seseorang / tim / organisasi dikatakan baik jika dapat menunjukkan job performance yang baik pula. Seperti studi yang dilakukan oleh Nizam, S., dkk (2016) mengatakan bahwa “ada hubungan yang signifikan antara work ethic dan job performance. Work ethic terbukti menjadi prediktor yang baik untuk kinerja pegawai … Hal tersebut membuktikan bahwa work ethic akan menghasilkan kinerja pegawai yang tinggi dan menunjukkan bahwa penerapan work ethic dapat membantu organisasi mencapai kinerja yang baik secara keseluruhan”.

 

Selain etos kerja dapat mempengaruhi peningkatan job performance, ternyata dalam halaman decoding.com disebutkan juga bahwa manfaat lain dari penerapan etos kerja dalam rutinitas individu adalah:

1. Meningkatkan status sosial

2. Meningkatkan status ekonomi

3. Menjaga kesehatan fisik dan mental

4. Meningkatkan aspek kerohanian

 

Pertanyaan selanjutnya, mengapa etos kerja antara individu satu dengan yang lainnya dapat berbeda? Menurut Anoraga (2001) terdapat tujuh faktor yang dapat mempengaruhi etos kerja yaitu: agama, budaya, sosial politik, kondisi lingkungan / geografis, pendidikan, struktur ekonomi, motivasi intrinsik individu”. Jadi tak heran jika etos kerja antar individu, golongan, atau bahkan bangsa satu dengan yang lain dapat menjadi berbeda karena ada banyak faktor kompleks yang melatarbelakanginya.

 

Salah satu contoh etos kerja yang cukup khas dan sering kita dengar adalah etos kerja orang Jepang sebagai workaholic. Studi dari Laroussi (2009) menyebutkan penyebab hal itu bisa terjadi karena “jam kerja yang panjang yang harus dihabiskan oleh karyawan Jepang di perusahaan berkaitan dengan sikap manajemen terhadap antusiasme dan komitmen mereka untuk bekerja dan bagaimana sikap tersebut dapat berdampak pada karir mereka, karena perusahaan Jepang cenderung mengukur loyalitas untuk bekerja dengan jumlah waktu yang dihabiskan pekerja untuk itu”.

 

Lalu yang perlu kita renungkan bersama selanjutnya adalah apakah kita sudah mempunyai etos kerja yang baik? Perlukah kita meniru sistem kerja bangsa Jepang? Atau mungkin ada sistem kerja lain yang lebih baik?

 

Sumber:

  • Anoraga, Pandji. (2001). Manajemen Bisnis. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
  • Eldor, L., (2016). (In Progress). The relationship between ethical climate and employee engagement. DOI: 10.13140/RG.2.1.3096.5365
  • Hardiansyah, R. O. (2017). Pengaruh Etos Kerja Terhadap Kinerja Pegawai (sarjana skripsi). Diakses pada 16 Maret 2021 dari https://eprints.uny.ac.id/54151/
  • Laroussi, Z. (2009). Work Ethic. Diakses pada 17 Maret 2021 dari https://www.slideshare.net/laroussizakaria/work-ethic-in-japan
  • Miller, M. J., Woehr, D. J., & Hudspeth, N. (2002). The meaning and measurement of work ethic: Construction and initial validation of a multidimensional inventory. Jurnal of Vocational Behavior. 60, 451-489.
  • Nizam, S., dkk. (2016). The Relationship between Work Ethics and Job Performance. In International Conference on Business and Economics (Vol. 3, pp. 21-23)
Artikel Lainya
Menjalin Hubungan Baik dengan Atasan
  • 25 November 2021

Sudah berapa lama Anda bekerja di perusahaan ini? Apakah sudah berhasil memberikan kinerja yang baik? Seberapa prod

Selengkapnya
Munculnya Fenomena yang berlawanan dari Hustle Culture: ‘Quiet Quitting’
  • 13 September 2022

Bila fenomena ‘Hustle Culture’ diartikan dengan bekerja keras tanpa istirahat. Istilah quiet quitting jika d

Selengkapnya
Terungkap..Tidak lapor Pajak, Banyak Ruginya loh!
  • 18 Maret 2024

#RekanMKU, sebagai pegawai, pastinya mendapatkan penghasilan tetap setiap bulan berupa gaji atau upah kan ? Nah dari pen

Selengkapnya